Teman Duduk

    Sore itu, aku pergi ke rumah seorang kawan untuk menanyakan tugas dan mengerjakannya bersama-sama. Sesampainya di sana, aku disuguhkan kopi. Memang pas rasanya nugas sambil menikmati secangkir kopi, sepertinya dia juga berpikir hal yang sama. Kemudian kami mulai membahas tugas, kalkulus. Mulai mencari-cari perhitungan ini itu darimana, kenapa bisa dapat nilai demikian dan sebagainya. Jujur saja, kami tidak paham materi itu -kecuali sedikit sekali karena memang ada irisan materi saat waktu SMA dulu. Alhasil, Google adalah solusinya. Kalau dipikir-pikir, kita ini generasi Google, yaa memang benar khususnya untuk angkatan Covid-19 ini. Bayangkan saja, pertama, perkuliahan dilakukan daring saja. Kedua, modul perkuliahan tidak semuanya diberikan. Ketiga, itu pun kalau dosennya masuk mengajar perkuliahan, kalau tidak, kita mencari referensi lain dan kebanyakan dari Google. Lucu memang. Tapi walau begitu, kita "mahasiswa" selalu dituntut untuk kreatif dan mandiri, selalu dituntut untuk bisa dan dewasa, terlebih lagi perkembangan zaman yang sudah menuju 5.0 ini.

    Di sela-sela waktu pusing dan mulai sedikit frustasi, kami pun mengobrol santai sembari menikmati secangkir kopi. Ah, nikmatnya, ucapku dalam hati sesaat setelah menyeruput kopi. Lalu kawanku berkata, "Pada dasarnya, setiap permasalahan yang dihadapi itu solusinya satu, berdamai dengan diri sendiri dulu". Aku yang mendengar hal itu sedikit mengiyakan. 

    Lantas, aku menanggapi, "Emang benar begitu?". 

    "Kebanyakan masalah timbul akibat perbuatan sendiri atau keegoisan diri," dia melanjutkan, "sisanya, dari menyikapi tindakan orang lain." Aku menganggukkan kepala tanda setuju.

    Memang, sifat egois -entah sifat mementingkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, tidak mau berbagi, selalu merasa benar, ataupun selalu merasa bahwa akulah yang paling dari yang lain- acapkali membawa kita dalam suatu permasalahan. Aku setuju soal itu.

    Kemudian kami saling bercerita satu sama lain. Tentang masa lalu, masa depan, dan hari ini. Bercerita tentang kegagalan di masa lalu, tentang masa kehidupan yang pernah kelam, tentang harapan dan impian. Bahwa pengalaman dan masalah pahit itu pasti datang, tapi soal mau menerima dan mengikhlaskannya adalah sebuah pilihan. Kita boleh marah dan benci, tapi kita harus sadar dampak apa yang dihasilkannya nanti. Aku lebih sering mendengarkan kawanku itu bercerita, sebab pengalamanku tidak lebih banyak dibandingkan dengan kawanku satu ini.

    Obrolan yang awalnya membahas tugas, kini terus berlanjut dan terus melebar kemana-mana tidak beraturan. Obrolan yang tadinya ringan sebagai jeda, kini semakin terasa berat. Tapi sungguh, aku menyukai yang demikian, hingga tidak terasa waktu maghrib pun tiba.

    Dia berpesan, "Kalo ada masalah apapun itu, coba pertanyakan dulu ke diri sendiri, damai kepada diri sendiri dulu, jangan pakai emosi, terus jangan lupa libatkan Allah." Lalu kami sholat berjamaah, dan selepasnya aku memutuskan untuk pamit pulang, menyudahi pertemuan hari ini yang banyak menguras pikiran.

   Sore itu, aku belajar. Bukan hanya belajar materi perkuliahan, melainkan juga belajar pelajaran yang tidak pernah diajarkan atau mungkin tidak kudapatkan di modul perkuliahan, salah satunya adalah menyikapi hidup. Dan aku bersyukur sekali, dengan bertemu banyak orang, berbincang dan berteman dengan banyak orang, duduk bersama dan bertukar pikiran dengan berbeda orang, semakin membuatku belajar dan yakin tentang kehidupanku. Tentang semua hal yang hanya aku ceritakan pada Tuhan. Tentang semua hal yang aku jalani dan lewati. Maka benar, berkumpullah bersama orang-orang yang positif, berteman dengan orang-orang yang positif, maka akan membuatmu menjadi orang yang positif.


“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.”
(HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)


Kota Udang,  Februari 2022

Hariry

.

.

.

Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya

Sumber: https://muslim.or.id/8879-pengaruh-teman-bergaul.html

Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)



Sumber: https://muslim.or.id/8879-pengaruh-teman-bergaul.html

Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)



Sumber: https://muslim.or.id/8879-pengaruh-teman-bergaul.html